Senin, 16 November 2009

Bismillaahirrahmaannirrahiim

Sejarah menurut pengertian umum ialah silsilah, asal-usul (keturunan), Kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau, riwayat dan lain sebagainya.
Yang kita maksudkan dengan Sejarah Pergeseran Iman ialah peristiwa yang terjadi ketika terjadi pergeseran dari Iman yang Hak menjadi Iman Bathil yang telah ditulis dan menjadi catatan sejarah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Sejarah Nabi Muhammad SAW dimulai dari seorang anak yatim piatu, yang lahir pada tanggal 20 April tahun 571 M, yaitu tahun dimana Bangsa Ethiopia menyerang Mekah untuk meruntuhkan Kabah dibawah pimpinan Abrahah.
Ayahanda Muhammad bernama Abdullah bin Abdul Muthalib meninggal ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ibunya pun meninggal ketika Muhammad telah berusia enam tahun. Ketika Muhammad berusia 9 tahun kakeknya Abdul Muthalib meninggal dunia dan Muhammad diasuh oleh Pamannya yaitu Abu Thalib. Pada umur yang masih 9 tahun itu Muhammad bekerja sebagai Pengembala Kambing di Mekah, dan sesekali berniaga mengikuti Pamannya ke negeri Syam (Syria). Budi-pekertinya yang jujur dan terkenal dikalangan bangsa Quraisy kemudian ditempa oleh pengalaman dalam perjalanan harus siap tempur terhadap serangan orang Badwi yang akan merampok harta dagangan mereka, Muhammad tumbuh sebagai seorang pemuda pemberani dan tidak pernah takut menghadapi apapun demi kebenaran, sehingga beliau digelari orang dengan “al-Amin” yang memegang amanah atau yang lurus.

Sejarah Nabi Muhammad SAW tidak banyak kita singgung dalam blog ini, hanya dalam waktu duapuluh tiga tahun, Mekah yang masih jahiliyyah berhasil dikembalikan menjadi berkehidupan Nur menurut Sunnah Rasul, dari Iman Bathil yang negatip dengan Ajaran Allah menjadi Iman Hak tegak di bumi ini melalui perjuangan darah dan air mata.
Kehidupan yang individu dirombak menjadi hidup berjamaah, kehidupan sesama Muslim/Mukmin seperti satu tubuh, dimana bila ada yang sakit maka semua akan merasakan sakit, kehidupan yang saling nista, saling tipu, pembunuhan sewenang-wenang seperti hukum rimba, perzinahan dimana-mana semuanya telah dibersihkan dengan Syariat Allah, Ekonomi ditata dengan system ekonomi zakat, dimana pemimpin mengambil lebih sedikit dai pada yang dipimpin, yatim piatu, orang miskin, semuanya mendapatkan perlindungan tanpa syarat..

Ketika Nabi Muhammad wafat, maka Amiiril Mu’miniin jatuh ketangan Abu Bakar, namun bibit perpecahan mulai tampak karena Abu Bakar mulai memerangi kabilah-kabilah ‘Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah.
Pertikaian antara kabilah-kabilah Arab memang sudah terjadi sejak lama, sehingga mereka masuk Islam itu hanya karena terpaksa daripada dipermalukan sebagai tawanan perang alias menjadi budak karena ditawan, namun kebiasaan mereka untuk pekerjaan-pekerjaan seperti minum tuak yang memabukkan, berjudi dan lain-lainnya masih merupakan godaan bagi mereka sehingga ketika situasi meningalnya Nabi Muhammmad SAW maka mereka beranggapan inilah kesempatan melepaskan diri dari penjajahan Quraisy. Abu Bakar pun mulai mengadakan tidakan tegas dengan berlakunya perang kepada mereka yang biasa membayar zakat kemudian membangkang, maka Islam mulai dikembangkan keluar Mekah dan Madinah. Hanya saja karena umur Abu Bakar telah sampai kepada azal beliau maka perluasanan pengembangan Islam diteruskan oleh Khalifatullah setelah Abu Bakar yaitu Umar bin Khatab.

Kepemimpinan Umar telah berhasil meluaskan wilayah Islam sampai ke Mesir, perang demi perang terjadi oleh pasukan Muslim yang gagah berani, dan disini tidak banyak kita uraikan karena Iman Haq masih tegak dibumi ini oleh para sahabat Nabi, kita hanya menyinggung sedikt ketika Umar wafat karena ditusuk oleh seorang sahaya bangsa Persi berasal dari tawanan perang di Nahawand yaitu sahaya dari Mughirah bin Syu’bah, Fairus namanya dan dpanggil juga dengan nama Abu Lu’lu yang amat dengki, da sakit hati kepada Khalifah Umar, karena Umarlah kerajaan Persia lenyap dari muka bumi ini.
Khalifah Umar ditikam ketika sedang shalat subuh. Inilah pertama kali seorang pemimpin Islam yang bijaksanan dibunuh oleh golongan munafik yang sedang menanti saatnya untuk mengembalikkan Islam kepada kehidupan jahiliyyah.

Sebelum meningal Umar menyampaikan enam sahabat yang akan dipilih oleh umat Islam pada saat itu, yaiu Ali bin Abithalib, Usman bin Affan, Zubaer bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf dan Talhah bin Ubaidillah. Menurut wasiat Umar siapa yang memperoleh suara terbanyak maka dialah yang harus dianggkat sebagai Khalifatullah menggantikan dirinya. Jikalau suaranya sama maka, maka harus dipilih calon yang disetujui oleh Abdullah bin Umar.Dan akhirnya pilihan jatuh kepada Usman bin Affan.

Kepemimpinan Usman bin Affan memang tidak sehebat Pendahulunya, Abu Bakar dan Umar, diumur yang sudah mulai lanjut itu Usman banyak mengangkat familinya untuk duduk dipemerintahannya. Amru bin Ash Wali Mesir dipecatnya dan diganti dengan Abdullah bin Sa’ad saudara sesusunya. Wali Basrah Abu Musa al Asy’ari digantinya dengan Abdullah bin Amir keluarga Usman juga, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Wali Syam masih tetap dalam jabatannya. Untuk penasehatnya diangkatlah Marwan bin Hakam masih kerabatnya jua.
Semua yang berpangkat tinggi di zaman Usman bin Affan dari keluarga Usman semuanya sehingga Daulat Islam pada saat itu seakan-akan telah menjadi daulat keluarga Bani Umayyah.
Perbuatan ganjil itu tidak saja memberikan pangkat yang tinggi kepada keluarganya, tapi juga membelanjakan harta benda negara menurut cara yang belum pernah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar apalagi Nabi Muhammad SAW. Kepada Abdullah bin Sa’ad diberikan hak menguasai seperlima dari harta rampasan perang yang diperoleh di Afrika. Dan kepada kaum Quraisy dizinkan memiliki tanha-tanah di Irak dan Syam dan daerah-daerah lain, yang menyebabkan timbulnya kebencian penduduk negeri-negeri itu kepada pemerintahan Usman. Siasat Usman itu akhirnya menimbulkan kemarahan kaum Muslimin, karena Wali-Walinya memungut zakat terlalu tinggi sehingga makin memperbesr api kemarahan kepada Pemerintahan Usman.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan itu, maka tampillah seorang penghasut berkebangsaan Yahudi bernama Abdullah bin Saba, menambah berkorbarlah api kemarahan Umat kepada Usman. Dia mengembara kekota-kota besar, dengan menyebarkan fithnah tentang Usman dan Wali-Walinya. Fitnah itu disebarkan di Hijaz, Bashrah, Kufah, Syam dan akhirnya Mesir. Di Mesir dia membuat fitnah sejadi-jadinya sehingga dia berani bersumpah bahwa Nabi Muhammad pernah berwasiat agar pangkat Khalifah supaya diberikan kepada Ali dan hanya Ali sajalah yang berhak menjadi Khalifah. Hasutannya ini termakan oleh rakyat dan mereka berpendapat bahwa Usman mengambil pangkat Khalifah dengan jalan yang tidak benar. Yaitu melanggar wasiat Rasulullah SAW.

Ibnu Saba dengan pengikut-pengikutnya yang di Masir, di Bashrah dan Kufah telah sepakat akan datang ke Madinah membuat perhitungan dengan Khalifah kalau perlu dengan kekerasan.
Maka timbullah huru hara dimana-mana dan Pasukan dari Mesir yang akan menghadap Khalifah Usman telah tiba pula di Madinah.
Mereka itu enam ratus orang banyaknya dipimpin oleh Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Abi Huzaifah. Tujuan mereka adalah meminta kepada Khalifah Usman agar menggantikan sekalin Wali-Walinya dan memecat Sa’ad Wali Mesir. Permintaan mereka disetujui oleh Usman, Abdullah bin Sa’ad dipecat dan digantikan dengan Muhammad bin Abu Bakar.
Keputusan Usman itu menyenangkan hati pasukan dari Mesir dan merekapun bergegas untuk kembali ke Mesir. Akan tetapi dalam perjalanan pulang, mereka menangkap seorang kurir yang membawa surat kepada Wali Mesir yang masih berkuasa, yang ditulis oleh Marwan bin Hakam dan distempel oleh Usman. Isi surat itu adalah perintah kepada Wali Mesir Abdullah bin Sa’ad supaya menindas dan menghukum sekalian kaum pemberontak. Setelah mengetahui adanya penghianatan itu pasukan itu balik kembali ke Madinah, ternyata Usman menyangkal dan bersumpah tidak pernah membuat surat seperti itu, namun api kemarahan telah berkorbar dan Usman harus bertanggung jawab atas semua itu.
Kemudian Pasukan dari Mesir itu meminta agar Marwan diserahkan kepada mereka untuk dihukum, namun Usman keberatan. Situasi demikian kacau, Usman dikepung sampai 40 malam lamanya dan berakhir dengan terbunuhnya Usman bersama Isterinya. Kejadian ini terjadi pada tahun 35 H atau 656 M.

Pemerintahan Ali bin Abi Thalib dimulai dengan dibaiatnya Ali ketika Usman telah terbunuh. Oleh karena situasi sangat kacau maka langkah pertama Ali adalah mengganti semua Wali-Wali yang diangkat oleh Usman. Beberapa sahabat menasehatkan agar Ali membatalkan niatnya, tapi Ali tetap teguh akan mengganti semua Wali-Wali yang diangkat Usman yang dianggap tidak cakap dalam mengusrus Negara.
Siasat Ali ini akhirnya membikin Umat islam terbelah menjadi tiga golongan. Ada golongan pendukung Ali bin Abi Thalib, ada golongan yang menjadi keluarga Usman yang sedang menuntut balsa atas wafatnya Usman dan Isterinya yaitu dibawah pimpinan Mua’wiyah bin Abi Sufyan, dan golngan ketiga adalah golongan yang anti Ali karena dianggap pengangkatan Ali itu tidak syah dipimpin oleh Thalha, Zubaer dan ‘Aisyah.
Khalifah Ali telah memecat Mua’wiyah dari jabatannya akan tetapi dia tidak mengindahkan pemecatan itu dan terus saja memimpin sebagai Wali di Syam. Maka Ali bersiap akan berperang dengan Mu’awiyah. Ketika Ali akan berangkat ke Syam, datanglah berita dari Mekah bahwa orang Mekah telah menghianatinya yang dipimpin oleh Thalhah, Zubaer dan ‘Aisyah. Mereka telah menduduki kota Bashrah dengan tentara yang besar dipimpin oleh ‘Aisyah pada tahun 36 H (657M).

Mendengar berita yang demikian maka Ali-pun membatalkan penyerangan ke Syam, dan dengan segera Ali dengan 200.000 tentara berangkat ke Kuffah terus ke Bashrah. Di Bashrah Ali bertemu dengan tentara Aisyah lalu terjadi pertempuran yang terkenal dengan nama Waqi’atul Jamal (Perang berunta). Dinamakan demikian karena Aisyah yang memimpin tentaranya mengendarai unta..
Dalam peperangan itu Ali memperoleh kemenangan, Thalha dan Zubaer mati terbunuh dan Aisyah ditawan, namun Ali tidak menawannya akan tetapi diantar pulang ke Mekah dan dinasehati agar tidak mencampuri urusan politik.
Bisa anda bayangkan, Menantu melawan Mertua, karena Aisyah adalah Isteri Nabi, sedangkan Ali adalah menantu Nabi, Muslim membunuh Muslim, inilah yang ditangisi oleh Nabi.

Perang berunta telah berakhir, namun persoalan Negara baru mulai memasuki konplik yang sesungguhnya. Bani Hasyim melawan Bani Umayyah..Bani Umayyah yang dipimpin oleh Mua’wiyah menuduh bahwa yang membunuh Usman adalah atas campur tangan Ali.
Ali pun mendapat kabar bahwa Mu’awiyah akan menyerang pasukan Ali, maka Alipun bersiap-siap menyambut kedatangan pasukan Mu’awiyah. Di Siffein, disebelah barat sungai Elfrat bertemulah pasukan Ali dengan pasukan Mu’awiyah. Pihak Ali hampir menang, Mu’awiyah akan melarikan diri, maka dikala itulah muncul idea dari Amru bin Ash. Amru menyuruh pasukannya menusuk Al-Qur’an dengan tombak dan mengajak pihak lawan untuk kembali kepada Al-Qur’an sebagai mana wasiat Nabi. Ali tidak setuju dan mengatakan bahwa itu hanya siasat Mu’awiyah tetapi karena desakan pasukan yang kuat akhirnya dapat diterima bahwa sengketa perbedaan pendapat akan diselesaikan melalui jalur politik.
Tentara Ali mundur ke Kuffah dan Mua’wiyah mundur ke Syam. Kedua belah pihak mengirim utusan sebanyak seratus orang dimana dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari seorang tua yang jujur, sedangkan Mu’awiyah juga sebanyak seraus orang dipimpin oleh Amru bin Ash. Sebelum perundingan dimulai, sebagian besar tentara Ali membelot dari Ali, golongan ini yang dikemudian hari bernama golongan Khawarij, mereka tidak setuju dengan perundingan tetapi harus diselesaikan dengan perang yang sudah hamper pasti membawa kemenangan di pihak Ali. Jumlah mereka kira-kira 12.000 orang dan mereka mempunyai visi “Kekuasaan hanyalah ditangan Tuhan”.

Setelah tiba waktunya pertahkiman menurut perjanjian maka berkumpulah kedua belah pihak di Daumatul Jandal.
Dengan tipu daya yang licin maka Amru bin Ash mengatakan kepada Abu Musa Al-Asy’ari bahwa oleh karena biang keladi yang membuat terjadinya perpecahan pada umat ini karena adanya dua khalifah, maka untuk perundingan selanjutnya kedua khalifah haris diturunkan lebih dahulu untuk selanjutnya barulah Khalifah yang baru akan dipilih oleh Umat Islam.
Rupanya usulan Amru bina Ash mendapat persetujuan semua hadirin dan dinilai masuk akal. Kemudian tibalah saatnya masing-masing wakil menurunkan Khalifahnya, Amru bin Ash menurunkan Mu’awiyah bin Abi Soyan dan Abu Musa Al-Asy’ari menurunkan Ali bin Abi Thalib. Disini Amru menggunakan siasat yang luar biasa.. kata Amru bin Ash,: “Oleh karena menurut Hadits Nabi yang tua harus didahulukan dari yang muda, maka saya persilahkan kepada Abu Musa Al-Asy’ari untuk menurunkan Ali bin Abi Tahlib lebih dahulu dari jabatan Khalifah.
Maka Sejarahpun mencatat Ali bin Abi Thalib diturunkan oleh wakilnya sendiri dari jabatan Khalifatullah kaum Muslimin. Apa yang terjadi setelah itu? Amru bin Ash kemudian naik keatas mimbar dan berpidato : “Bahwa setelah Ali bin Abi Thalib diturunkan sebagai Khalifah, maka saya dari wakil Mua’wiyah dengan ini menyatakan bahwa satu-satunya Khalifah Umat Islam adalah Mu’awiyah bin Abu Soyan”
Disini Abu Musa Al-As’ari telah dikalahkan oleh Amru bin Ash dalam diplomasi politik, sehingga mengecewakan semua pihak pendukung Ali....
Maka terjadilah perang dan huru hara di seluruh negeri dan Mu’awiyah mulai memecat semua Wali-Wali yang diangkat oleh Ali bin Abi Thalib.
Pada saat itu pihak Khawarij yaitu golongan yang keluar dari pasukan Ali karena tidak setuju dengan perundingan, ternyata membuat rencana untuk membunuh tiga tokoh yang dianggap paling bertanggung jawab dalam hal itu yaitu : Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sofyan dan Amru bin Ash. Rupanya Muawiyah dan Amru cukup cerdik sehingga selamat dari pembunuhan, tapi tidak dengan Ali, belaiu wafat dengan pedang yang dilumuri racun ketika hendak shalat subuh di Mesjid Kufah ditangan bekas anak buahnya sendiri yang bernama Ibnu Muljam. Peristiwa ini terjadi pada 17 Ramadhan tahun 40 H atau 661M.
Sepeninggal Ali maka anak Ali bin Thalib yaitu Hasan diangkat sebagai khalifah, namun karena kalah pengalaman dengan Mu’awiyah maka akhirnya Hasan mundur dari Kufah dan bertahan di Madain. Terjadilah perdamaian antara Hasan dengan Mu’awiyah bahwa kelak bila situasi dudah aman, maka persoalan khalifah akan diserahkan kepada umat Islam untuk dipilih secara benar. Syarat yang diajukan Hasan agar Mu’awiyah tidak menjelek-jelekkan ayahanda Hasan yaitu Ali. Mu’awiyah setuju maka mulai sat itu Umat kembali dibawah satu pimpinan yaitu Dinasti Mu’awiyah.

Kemudian banyak kritik dari masyarakat kepada kehidupan pribadi Mua’wiyah, dimana Rasul hidup sederhana tapi Mu’awiya hidup mewah. Untuk mengatasi itulah maka Mu’awiyah membuat Majelis Ulama pertama yang terdiri dari para Alim Ulam untuk bersidang dengan hasil yang sudah diatur oleh Mu’awiyah bahwa “Al-Imaanu aqdun faqad” yang artinya “Iman itu adalah keyakinan dihati tok”. Dengan modal inilah dia bisa bertahan beberapa generasi untiuk bersembunyi dari kritikan Umat Islam bahwa hidup sebagai pemimpin itu haruslah sederhana tidak boleh boros atau bermewah-mwahan..

Sejak masa Mu'awiyah inilah Khalifah berlaku turun-temurun seperti yang kita saksikan sampai sekarang ini, banyak kerajaan Islam yang pemimpinnya adalah Feodalis bukan Mu'min yang rela dipilih oleh ummat dengan ihlas.
Dunia telah berobah muka, yang hak telah sirna dan yang bathil tampil menjadi idola manusia yang beragama Islam...dalam kegelapan perdaban...inilah kebyataan pahit yang harus kita terima.

Inilah pergeseran Iman yang Hak menjadi Iman yang Bathil. Bisa dibayangkan hanya dalam beberapa tahun saja ada tiga pemimpin Islam mati dibunuh oleh kalangan yang dekat dalam istana. Maha benarlah Rasul bahwa Khalifah setelahku berumur tiga puluh tahun.
Demikianlah sejarah singkat terjadinya pergeseran Iman dari Iman yang Hak menjadi Iman Bathil alias batal karena tidak ada lagi nilai dalam Iman Bathil itu kecuali aduk-adukan Nur menurut Sunnah Rasul dengan Dzulumat menurut Sunnah Syayatin, matan Al-Qur’an masih ada tapi maknanya telah diputar balik sehingga semua urusan agama hanyalah untuk di akhirat dan bukan untuk di dunia sekarang ini.
Persoalan agama akhirnya bergeser menjadi kepercayaan semata dan bukan sebagai satu system yang dapat mengatur masyrakat agar tertib dan tidak kacau sebagai mana arti agama pada awalnya dalam bahaa Sang Sekerta, A=tidak dan Gama = kacau.
Kawan, mari kita renungkan kembali, betapa dan bagaimana kerja golongan Yahudi berperan aktip dalam memutar balikkan isi Al-Qur’an menjadi Teologi, kiranya perlu menjadi perhatian Umat Islam saat ini, dan mengkaji ulang semua konsep yang bertentangan dengan Ajaran Allah menurut Sunnah Rasul walalupun ajaran itu sangat dicintai oleh kaum Muslimin semuanya. Kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah, yang tidak ada rujukan Al-Qur’an maupun Sunnah jangan diikuti.

Semoga bermanfaat mohon maaf bila ada kesalahan

Wassalam,
HAMDJAH
dari Selamon
Banda Neira

3 komentar:

  1. jadi semakin tau awal pergeseran nilai-nilai iman. terima kasih pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf baru hari ini saya balas, nah catatan sejarah ini sekarang seakan-akan telah dilupakan orang, dan persepsi mereka seakan-akan kepemimpinan Muawiyah berjalam mulus tanpa pertumpahan darah....adalah salah

      Hapus
  2. Maaf ya jika ada banyak salah ketik namun prinsipnya tidak berobah.

    BalasHapus